Menjadi Manusia yang Rendah Hati dan Tidak Sombong

Thank you for using rssforward.com! This service has been made possible by all our customers. In order to provide a sustainable, best of the breed RSS to Email experience, we've chosen to keep this as a paid subscription service. If you are satisfied with your free trial, please sign-up today. Subscriptions without a plan would soon be removed. Thank you!
Ada yang menyangka bahwa sombong itu hanyalah membangga-banggakan diri atau kelompoknya. Mereka mengira bahwa merendahkan orang lain bukan termasuk kesombongan. Terhadap persangkaan keliru seperti itu, dapatlah kita sampaikan sabda Rasulullah s.a.w., "… kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain." (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas'ud r.a.)
Berdasarkan hadits tersebut, Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, "Orang yang sombong adalah orang yang … memandang orang lain rendah, meremehkannya dan menganggap orang lain itu tidak layak mengerjakan suatu urusan …". (Jami'ul 'Ulum wal Hikam 2/275)

Dari situ, tentu kita tidak dapat menyatakan bahwa Presiden PKS (Tifatul Sembiring) tidak sombong ketika mengatakan, "Kalau yang masuk di partai itu… artis sinetron, mau jadi apa? Partai sinetron? … Mereka akan membahas persoalan legislasi, yudikasi, dan budgeting akan seperti apa? … Artis sinetron itu hanya sering muncul di iklan."

Ada yang berkomentar bahwa pernyataan sang presiden PKS itu bukan menunjukkan kesombongan, melainkan sekadar mengungkapkan kenyataan bahwa "para artis pada umumnya memang tidak mampu membahas persoalan negara". Terhadap komentar seperti itu, kita bisa membandingkannya dengan kasus Abu Dzar r.a.
Kisah Abu Dzar patut kiranya menjadi pelajaran. Suatu ketika, beliau sedang marah kepada seorang laki-laki sampai terucap, "Hai anak wanita hitam." Rasulullah mendengar hal itu, kemudian bersabda, "Wahai Abu Dzar, tidak ada keutamaan bagi kulit putih atas kulit hitam." Mendengar hal itu Abu Dzar sangat menyesal hingga meminta orang tadi untuk menginjak pipinya. (HR Imam Ahmad).

Dalam kisah tersebut, Abu Dzar mengungkapkan kenyataan (yaitu bahwa lelaki yang dimarahinya itu anak wanita berkulit hitam). Namun dari kalimatnya itu tersirat peremehan terhadap orang lain. Nah! Kalau pengungkapan kenyataan seperti itu saja sudah tergolong kesombongan, bagaimana dengan pengungkapan sangkaan-buruk (yang oleh pembela PKS dianggap sebagai kenyataan) bahwa "para artis pada umumnya takkan mampu menjadi wakil rakyat"?

Memang, mengungkapkan kenyataan tidaklah selalu merupakan kesombongan. Namun, "mengungkap kenyataan" yang disertai dengan memandang rendah orang lain tentulah tergolong sombong. Sebab, Nabi saw. bersabda, "kesombongan itu adalah … merendahkan orang lain." (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas'ud r.a.)"

Balasan bagi Orang Yang Sombong

Ada pula pembela PKS yang sudah mengakui bahwa pernyataan Tifatul Sembiring itu tergolong sombong, tetapi mereka menganggap bahwa kesombongan itu (khususnya di dunia politik) merupakan persoalan kecil yang tak perlu dipersoalkan. Terhadap pembelaan seperti itu, kita dapat mengemukakan sabda Nabi saw., "Tidak masuk surga siapa pun yang di dalam hatinya ada sebiji atom dari sifat sombong." (HR Muslim dari Ibnu Mas'ud r.a.)

Dari al-Aghar dari Abu Hurarirah dan Abu Sa'id, Rasulullah Saw bersabda: "Allah Swt berfirman; Kemuliaan adalah pakaian-Ku, sedangkan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melepaskan keduanya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya". [HR Muslim] (Dikatakan kepada mereka): "Masuklah kalian ke pintu-pintu neraka Jahannam, dan kalian kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong." [QS al-Mu'min: 76]

Nah! Seandainya kesombongan itu merupakan perkara kecil yang tak perlu dipersoalkan, mana mungkin Allah SWT justru mempersoalkannya, bahkan dengan ancaman siksa dahsyat di neraka selama-lamanya?

Kiat Imam Ghazali agar Tidak Sombong

Imam Ghozali mengajari cara mawas diri agar tidak terjebak dalam sikap merasa lebih baik. Ketika kita melihat seseorang yang belum dewasa, kita bisa berkata dalam hati: "Anak ini belum pernah berbuat maksiat, sedangkan aku tak terbilang dosa yang telah kulakukan, maka jelas anak ini lebih baik dariku." Ketika kita melihat orang tua, "Orang ini telah beramal banyak sebelum aku berbuat apa-apa, maka sudah semestinya ia lebih baik dariku." 

Ketika kita melihat seorang 'alim, kita bisa berkata dalam hati: "Orang ini telah dianugerahi ilmu yang tiada kumiliki, ia juga berjasa telah mengajarkan ilmunya. Mengapa aku masih juga memandang ia bodoh, bukankah seharusnya aku bertanya atas yang perlu kuketahui?" Ketika kita melihat orang bodoh, "Orang ini berbuat dosa karena kebodohannya, sedangkan aku. Aku melakukannya dengan kesadaran bahwa hal itu maksiat. Betapa besar tanggung jawabku kelak." (Diadaptasi dari Ihya', bab takabbur).
Nah! Terhadap orang yang benar-benar bodoh saja kita mesti bersikap rendah-hati, bukankah kita pun harus tawaduk terhadap orang yang hanya kita sangka bodoh?
Wallaahu a'lam.

http://muhshodiq.wordpress.com/2009/02/14/kiat-imam-ghazali-agar-tidak-sombong/

noreply@blogger.com (Trafalgar Law) 02 May, 2011


--
Source: http://www.teguhbayu.com/2011/05/menjadi-manusia-yang-rendah-hati-dan.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

0 comments:

Posting Komentar

Leave Your Comment Here.... :-D